Banyak
sekali orang dewasa yang mengalami depresi, dan lucunya banyak dari mereka yang
tidak mampu memahami apa penyebab
depresinya. Mereka merasa sumpek,
pusing, uring-uringan, gelap,
sehingga tidak mampu berpikir menghadapi kehidupan, tanpa tahu penyebabnya.
Mereka bisa
merasakan tekanan, ada masalah, namun mereka tidak mampu mengenali, apalagi
memahami, apa yang sebenarnya terjadi pada diri mereka sendiri. Mereka akhirnya
suka menyalahkan orang lain, menyalahkan keadaan, yang pasti semakin memperumit
masalah tanpa solusi.
Orang-orang yang
mengalami kondisi seperti ini kemungkinan besar tidak terlatih, atau tidak
pernah diajari oleh orang tua mereka, untuk mengenali emosi dan mengatasinya.
Mereka tidak mampu mengatasi masalah dalam diri mereka sendiri.
Banyak orang
tua yang suka mengabaikan emosi anak-anaknya, bahkan yang lebih parah ada yang melarang
anak-anaknya menampakkan emosi.
Ayah-bunda
bahagia…anak-anak Anda adalah mahluk Tuhan yang paling istimewa, yang
dilengkapi instrument emosi dan akal
budi. Dua instrument inilah yang
membuat manusia menjadi mahluk yang special dibanding mahluk-mahluk lain.
Sebagai orang tua bahagia tugas Anda adalah melatih anak-anak bagaimana menggunakan dua instrument ini
sebaik mungkin dalam mengarungi lautan kehidupan.
Banyak orang
tua suka mengabaikan emosi yang ditunjukkan oleh anak-anaknya. Padahal saat
anak masih bayi, masih belum bisa berbicara, orang tuanya selalu panic bila sang anak menangis dan berusaha mencari
penyebabnya. Saat anak sudah mulai pandai berbicara, berkomunikasi secara
verbal, orang tua justru mulai mengabaikan emosi sang anak. Saat anak menangis
orang tuanya lebih suka berusaha mengalihkan perhatian anak agar berhenti
menangis tanpa berusaha mengetahui pasti apa yang menyebabkan anak menangis. Sang
anak memang berhenti menangis meskipun masalah penyebab emosi sedihnya belum
tertangani, dan itu tersimpan dalam pikiran bawah sadarnya. Saat masalah itu
muncul lagi, dan orang tua mengulangi hal yang sama, maka sang anak terlatih
untuk mengabaikan emosinya sendiri. Sang anak akan membuat satu pola :”Abaikan
emosimu, kalau ada masalah tidak perlu dicari solusinya, alihkan saja
perhatianmu”
Ada juga
orang tua yang memarahi anaknya bila menangis. Mereka mengajarkan ke anak bahwa
tangisan adalah sikap cengeng yang memalukan. Saat anak-anaknya menangis mereka
malah menghardik agar berhenti, dan menyalahkan sang anak.
“Makanya
kalau jalan itu hati-hati!! Sudah diam, malu dilihat orang! Luka segitu aja…”
Sang anak
akan membuat satu pola :”Emosi adalah hal yang tabu. Salahkan dirimu sendiri
bila emosi itu muncul”
Sementara
banyak pula orang tua yang mengajarkan anaknya untuk menyalahkan pihak lain.
Saat anak menangis karena terantuk benda, orang tuanya akan memukul benda
tersebut sebagai hukuman karena menjadi penyebab masalah, hanya agar sang anak
berhenti menangis. Padahal sang anak menangis karena kakinya terasa sakit,
bukan karena marah kepada benda tersebut.
Untuk
kondisi ini sang anak akan membuat satu pola :”Apapun masalahmu, salahkan pihak
lain”
Ayah-bunda
bahagia…pola-pola yang disusun anak-anak sejak kecil tersebut yang menjadi
bekalnya menghadapi aneka masalah dalam kehidupannya. Mungkinkah mereka mampu
bahagia menggunakan pola-pola itu?
Bagaimana
seharusnya? Ikuti terus artikel-artikel di blog ini…
gambar dari http://www.all-free-download.com
0 komentar:
Posting Komentar