Januari 04, 2014

Banyak sekali orang dewasa yang mengalami depresi, dan lucunya banyak dari mereka yang tidak mampu memahami  apa penyebab depresinya. Mereka merasa sumpek, pusing, uring-uringan, gelap, sehingga tidak mampu berpikir menghadapi kehidupan, tanpa tahu penyebabnya.

Mereka bisa merasakan tekanan, ada masalah, namun mereka tidak mampu mengenali, apalagi memahami, apa yang sebenarnya terjadi pada diri mereka sendiri. Mereka akhirnya suka menyalahkan orang lain, menyalahkan keadaan, yang pasti semakin memperumit masalah tanpa solusi.

Orang-orang yang mengalami kondisi seperti ini kemungkinan besar tidak terlatih, atau tidak pernah diajari oleh orang tua mereka, untuk mengenali emosi dan mengatasinya. Mereka tidak mampu mengatasi masalah dalam diri mereka sendiri.

Banyak orang tua yang suka mengabaikan emosi anak-anaknya, bahkan yang lebih parah ada yang melarang anak-anaknya menampakkan emosi.

Ayah-bunda bahagia…anak-anak Anda adalah mahluk Tuhan yang paling istimewa, yang dilengkapi instrument emosi dan akal budi. Dua instrument inilah yang membuat manusia menjadi mahluk yang special dibanding mahluk-mahluk lain. Sebagai orang tua bahagia tugas Anda adalah melatih anak-anak  bagaimana menggunakan dua instrument ini sebaik mungkin dalam mengarungi lautan kehidupan.

Banyak orang tua suka mengabaikan emosi yang ditunjukkan oleh anak-anaknya. Padahal saat anak masih bayi, masih belum bisa berbicara, orang tuanya selalu panic  bila sang anak menangis dan berusaha mencari penyebabnya. Saat anak sudah mulai pandai berbicara, berkomunikasi secara verbal, orang tua justru mulai mengabaikan emosi sang anak. Saat anak menangis orang tuanya lebih suka berusaha mengalihkan perhatian anak agar berhenti menangis tanpa berusaha mengetahui pasti apa yang menyebabkan anak menangis. Sang anak memang berhenti menangis meskipun masalah penyebab emosi sedihnya belum tertangani, dan itu tersimpan dalam pikiran bawah sadarnya. Saat masalah itu muncul lagi, dan orang tua mengulangi hal yang sama, maka sang anak terlatih untuk mengabaikan emosinya sendiri. Sang anak akan membuat satu pola :”Abaikan emosimu, kalau ada masalah tidak perlu dicari solusinya, alihkan saja perhatianmu”

Ada juga orang tua yang memarahi anaknya bila menangis. Mereka mengajarkan ke anak bahwa tangisan adalah sikap cengeng yang memalukan. Saat anak-anaknya menangis mereka malah menghardik agar berhenti, dan menyalahkan sang anak.
“Makanya kalau jalan itu hati-hati!! Sudah diam, malu dilihat orang! Luka segitu aja…”

Sang anak akan membuat satu pola :”Emosi adalah hal yang tabu. Salahkan dirimu sendiri bila emosi itu muncul”

Sementara banyak pula orang tua yang mengajarkan anaknya untuk menyalahkan pihak lain. Saat anak menangis karena terantuk benda, orang tuanya akan memukul benda tersebut sebagai hukuman karena menjadi penyebab masalah, hanya agar sang anak berhenti menangis. Padahal sang anak menangis karena kakinya terasa sakit, bukan karena marah kepada benda tersebut.
Untuk kondisi ini sang anak akan membuat satu pola :”Apapun masalahmu, salahkan pihak lain”

Ayah-bunda bahagia…pola-pola yang disusun anak-anak sejak kecil tersebut yang menjadi bekalnya menghadapi aneka masalah dalam kehidupannya. Mungkinkah mereka mampu bahagia menggunakan pola-pola itu?


Bagaimana seharusnya? Ikuti terus artikel-artikel di blog ini…

gambar dari http://www.all-free-download.com

0 komentar:

Posting Komentar